Sunday, December 12, 2010

TEORI KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA

TEORI KEPENDUDUKAN

I.                   LATAR BELAKANG

Jumlah penduduk dunia bertambah terus menerus. US Census Bureau memperkirakan tahun 2010 penduduk di Asia Pasific saja mencapai 4 milyar dimana India dan China berkontribusi lebih dari 2 milyar. Indonesia juga berkontribusi besar dengan jumlah penduduk yang mendekati seperempat milyar jiwa. Penduduk Indonesia tumbuh pesat, tahun 1900 jumlahnya masih sekitar 40 juta. Peningkatan penduduk berdasar periode yaitu 120 juta (1970),  147 juta (1980), 179 juta (1990) dan mencapai 206 juta (2000). Angka terbaru penduduk telah mencapai 225 juta (2007). Dalam 40 tahun tekahir, penduduk telah bertambah lebih dari 100 juta jiwa, sebuah peningkatan yang fantastis (BPS, 2009).

Indonesia dipandang cukup sukses dalam implementasi program keluarga berencana (KB) yang diintroduksi sejak 1968. Secara nasional,  tingkat pertumbuhan penduduk dapat ditekan dari 2,31 persen pada tahun 1970-an menjadi 1,49 persen tahun 2000-an. Angka pertumbuhan penduduk yang telah dicapai tersebut dipandang masih belum cukup jika dikaitkan dengan total penduduk nasional. Selain itu, pasca reformasi dan implementasi otonomi dearah, kebijakan program KB berada dalam  otoritas daerah dimana pada banyak kasus cenderung mengalami stagnasi bahkan menurun karena rendahnya concern birokrasi dan legislasi lokal pada masalah kependudukan. Jika hal ini terabaikan, maka bukan tidak mungkin gejala ledakan penduduk akan terjadi dan berdampak sosial ekonomi yang lebih rumit dan membahayakan.

Menggunakan pendekatan pertumbuhan penduduk sepuluh tahun terakhir (1990-2000) sebesar 1,49 persen (BPS, 2009), dan data terakhir kependudukan tahun 2007 sebesar 225 juta jiwa,  secara sederhana dapat dikalkulasi bahwa setiap tahun ada penambahan penduduk 3,35 juta jiwa. Besarnya jumlah penduduk terkait langsung dengan penyediaan pangan. Konsumsi pangan utama sumber karbohidrat adalah beras. Sebagaimana dilaporkan Pasandaran, sejak tahun 1970-1990 konsumsi beras per kapita per tahun meningkat nyata yaitu 109 kg (1970), 122 kg (1980)  menjadi 149 kg (1990). Meskipun setelah tahun 1990, komsumsi beras sedikit menurun namun dipandang masih cukup besar yaitu 114 kg/orang/th pada tahun 2000 (BPS). Rerata konsumsi per kapita ini merupakan yang terbesar di dunia.

Ketidakmampuan menyediakan pangan pokok yang ditandai dengan besarnya impor beras beberapa saat lalu menjadi pertanda yang serius bagi kita agar memiliki perhatian pada persoalan kependudukan dan penyediaan pangan.

 

II.                PENGERTIAN ILMU KEPENDUDUKAN

Ilmu kependudukan adalah suatu disiplin ilmu yang tidak dapat dipisahkan dalam pendalaman ilmu kesehatan masyarakat, karena dalam penyuluhan kesehatan kepada masyarakat, maka yang paling urgent untuk diketahui struktur dari suatu masyarakat itu sendiri dan pendekatan jenis apa yang harus dipakai untuk dapat berinterkasi dalam sebuah populasi masyarakat.

Salah satu definisi dari Ilmu kependudukan adalah : suatu ilmu yang mempelajari penduduk (suatu wilayah) terutama mengenai jumah, sruktur (komposisi penduduk dan perkembangan dan perubahannya. (Multilingual Demografic Dictionary, 1982).

Definisi lain yang dikemukakan oleh ahli lain adalah : Ilmu yang mempelajari tentang jumlah, persebaran teritorial dan komposisi penduduk serta perubahan dan penyebab perubahan-perubahan yang terjadi tersebut. yang biasanya timbul karena natalitas (fertilitas), mortalitas, gerak teritorial (migrasi) dan mobilitas sosial (perubahan status).  (Philip M. Hauser dan Duddley Duncan. 1959 )

 

III.             TEORI KEPENDUDUKAN MENURUT PARA AHLI

 

A.       ALIRAN MALTHUSIAN (Thomas Robert Malthus)

Thomas Robert Maltus (1798) seorang ahli di bidang ekonomi yang juga seorang pendeta terkenal di Inggris. Maltus saat itu berpandangan bahwa : penduduk memiliki kemampuan laur biasa untuk berkembang.  Jika pertumbuhan penduduk tersebut tidak dikendalikan maka pertumbuhannya akan mengikut deret pola ukur (2, 4, 8, 16, 32, ……), sedangkan pertumbuhan ekonomi dan pangan akan mengikuti deret pola hitung (1, 2, 3, 4, 5, …………)

Menurut Maltus ada 2 cara pengendaliannya, yaitu :

  1. Positive Checkyaitu cara pengendalian yang tidak moralis dan tidak dapat dikontrol seperti perang, wabah, atau perlakuan manusia lainnya yang tidak berperikemanusiaan.
  2. Preventive Check : yaitu dengan pengekangan moral dalam membatasi kelahiran (birth control ). dan untuk ini cara yang dianjurkan adalah dengan menunda atau pendewasaan perkawinan (PUP)

Maltus sendiri pada waktu itu konsekuen dengan apa yang diucapkannya yaitu dengan menikah pada usia 35 tahun dan hanya punya 2 anak.  Maltus sangat yakin bahwa secara alamiah konsekuensi pertumbuhan penduduk yang tidak bisa dikendalikan adalah kelaparan, alasannya adalah :

  • Manusia memiliki kemampuan berkembang secara alamiah dan tidak terbatas secara natural
  • Sedangkan penigkatan makanan selalu tidak akan mengimbangi pertumbuahn penduduk.
  • Pertumbuhan penduduk yang pesat juga akan menciptakan pengangguran (unemployment)

Pendapat Maltus sendiri banyak mendapatkan sanggahan dari berbagai pihak karena Maltus tidak mempertimbangkan kemajuan tekhnologi.Robert Malthus ini mengemukakan beberapa pendapat tentang kependudukan, yaitu :

  • Penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan akan berkembang biak dengan sangat cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi.
  • Manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan makanan jauh lebih lambat (deret hitung) dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk (deret ukur)

 

 

Menurut aliran ini pembatasan pertumbuhan penduduk dapat dilakukan dengan 2 cara :

1.  Preventif Checks (pengekangan diri)

* Moral restraint (pengekangan diri)

- mengekang nafsu seks

- tunda kawin

* Vice atau Kejahatan (pengurangan kelahiran)

- pengguguran kandungan

- homoseksual

2.  Positive Checks (lewat proses kelahiran)

*  Vice atau kejadian (pencabutan nyawa)

- bunuh anak-anak

- bunuh orang cacat

- bunuh orang tua

*  Misery (kemelaratan)

- Epidemi

- bencana alam

- peperangan

- kekurangan makanan

 

 

Kritik terhadap teori Malthus

Malthus tidak memperhitungkan hal-hal sebagai berikut :

  • kemajuan bidang transportasi yang dapat menghubungkan satu daerah dengan daerah lain sehingga distribusi makana dapat berjalan
  • kemajuan bidang teknologi, terutama bidang pertanian
  • Usaha pembatasan kelahiran bagi pasangan yang sudah menikah
  • fertilitas akan menurun apabila perbaikan ekonomi dan standar hidup penduduk dinaikkan.

B.  ALIRAN MARXIST (Karl & F. Angel)

Aliran ini tidak sependapat dengan Malthus (bila tidak dibatasi penduduk akan kekurangan makanan). Karl Marvist dan Friedrich Engels (1834) adalh generasi sesudah Maltus.

Paham Marvist umumnya tidak setuju dengan pandangan Maltus, karena menurutnya paham Maltus bertentangan dengan nurani manusia.

Dasar Pegangan Marvist adalah :

  1. Beranjak dari pengalaman bahwa manusia sepanjang sejarah akan dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman.

Beda pandangan Marvist dan Maltus adalah pada “Natural Resource” tidak bisa dikembangkan atau mengimbangi kecepatan pertumbuhan penduduk.Menurut Marxist tekanan penduduk di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan terhadap kesempatan kerja (misalnya di negara kapitalis). Marxist juga berpendapat bahwa semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produk yang dihasilkan, jadi dengan demikian tidak perlu diadakan pembatasan penduduk.

Aliran Marxist

·         Populasi manusia tidak menekan makanan, tapi mempengaruhi kesempatan kerja.

·         Kemeralatan bukan terjadi karena cepatnya pertumbuhan penduduk, tapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian hak para buruh

·         Semakin tinggi tingkat populasi manusia, semakin tinggi produktifitasnya, jika teknologi tidak menggantikan tenaga manusia sehingga tidak perlu menekan jumlah kelahirannya, ini berarti ia menolak teori Malthus tentang moral restraint untuk menekan angka kelahiran.

 

C.  ALIRAN NEO-MALTHUSIAN (Garreth Hardin & Paul Ehrlich)

Pada abad 20 teori Malthus mulai diperdebatkan kembali. kelompok ini menyokong aliran Malthus, akan tetapi lebih radikal lagi dan aliran ini sangat menganjurkan untuk mengurangi jumlah penduduk dengan menggunakan cara-cara “Preventif Check” yaitu menggunakan alat kontrasepsi.

Tahun 1960an dan 1970an foto-foto telah diambil dari ruang angkasa dengan menunjukkan bumi terlihat seperti sebuah kapal yang berlaya dengan persediaan bahan bakar dan bahan makanan yang terbatas. Pada suatu saat kapal ini akan kehabisan bahan bakar dan bahan makanan tersebut sehingga akhirnya malapetaka menimpa kapal tersebut.

 

D. TEORI KEPENDUDUKAN KONTEMPORER

a.       Teori Fisiologi dan sosial ekonomi

·         John Stuart Mill ( ahli filsafat dan ekonom Inggris ), menerima pendapat Malthus. Mill mengasumsikan bahwa :

o   Laju pertumbuhan penduduk melampaui makanan

o   Manusia dapat mempengaruhi perilaku demografinya

o   Manusia dengan produktifitas tinggi, cenderung ingin keluarga kecil

o   Kekurangan pangan dapat diatasi dengan migrasi dan impor

·         Ersene Dumont

Teori Kapilaritas Sosial, yaitu kecenderungan seseorang untuk meraih tempat yang lebih tinggi. Misal : seorang bapak pasti akan mengiginkan anaknya mendapatkan nasib dan kehidupan yang lebih layak dari dirinya, hal itu harus diiringi dengan kemampuan sang anak, termasuk pendidikan. Tidak mungkin keluarga besar akan mampu menyekolahkan anaknya, jadi keinginan ini menekan fertilitas keluarga tersebut.Teori ini berjalan dengan baik di negara dengan demokrasi tinggi, tapi tidak berlaku di negara sosialis.

·         Emile Durkheim

Wilayah dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi, maka akan muncul persaingan yang keras antar sesama anggotanya untuk mempertahankan hidupnya. Masyarakat tradisional terdapat persaingan hidup yang kecil dibanding masyarakat industri.

·         Michael Thomas Sadler

Jika kepadatan penduduk tinggi, maka daya reproduksinya akan menurun.Sebaliknya, jika kepadatan penduduk rendah, maka daya reproduksinya akan meningkat.

 

b.      Teori Teknologi

Kelompok ini muncul untuk menolak pandangan Malthus yang pesimis dalam melihat perkembangan dunia.Teori ini dimotori oleh Herman Khan, ia berpendapat bahwa kemiskinan yang terjadi di negara berkembang akan dapat diatasi jika negara maju dapat membantu daerah miskin, sehingga kekayaan dan kemampuan daerah hidup itu akan didapatkan oleh orang-orang miskin.Ia beranggapan bahwa teknologi maju akan mampu melakukan pemutaran ulang terhadap nasib manusia pada suatu masa yang disebut ‘Era Substitusi’

E. TEORI TRANSISI KEPENDUDUKAN

Tahap Peralihan keadaan  demografis:
1. Tingkat kelahiran dan kematian tinggi.
Penduduk tetap/naik sedikit. anggaran kesehatan meningkat. Penemuan obat obatan semakin maju. Angka kelahiran tetap tinggi.

2. Angka kematian menurun,tingkat kelahiran masih tinggi—pertumbuhan penduduk meningkat.
Adanya Urbanisasi., usia kawin meningkat. ,Pelayanan KB > Luas., pendidikan meningkat.

3.Angka kematian terus menurun, angka kelahiran menurun—- laju pertumbuhan penduduk menurun.

4.Kelahiran dan kematian pada tingkat rendah pertumbuhan penduduk kembali seperti kategori I— mendekati nol. Keempat kategori ini akan didialami oleh negara yg sedang melaksanakan pembangunan ekonomi

Struktur & persebaran penduduk
Membahas :
- komposisi penduduk
- Persebaran penduduk.
kegunaan  pengelompokan penduduk:
1. Mengetahui human resources yg ada menurut umur &jenis.
2. Mengambil suatu kebijakan yg berhub dengan penduduk.
3. Membandingkan kead satu penduduk dengan penduduk lain
4. Melalui gambaran piramid pddk dapat diket proses demografi yg telah terjadi pada penduduk

 

Penerapan Transisi kependudukan Yang mencerminkan kenaikan taraf hidup rakyat di suatu negara adalah besarnya tabungan dan akumulasi kapital dan laju pertumbuhan penduduknya. Laju pertumbuhan yang sangat cepat di banyak negara sedang berkembang nampaknya disebabkan oleh fase atau tahap transisi demografi yang dialaminya. Negara-negara sedang berkembang mengalami fase transisi demografi di mana angka kelahiran masih tinggi sementara angka kematian telah menurun. Kedua hal ini disebabkan karena kemajuan pelayanan kesehatan yang menurun angka kematian balita dan angka tahun harapan hidup. Ini terjadi pada fase kedua dan ketiga dalam proses kependudukan. Umumnya ada empat tahap dalam proses transisi, yaitu:

Tahap 1: Masyarakat pra-industri, di mana angka kelahiran tinggi dan angka kematian tinggi menghasilkan laju pertambahan penduduk rendah;

Tahap 2: Tahap pembangunan awal, di mana kemajuan dan pelayanan kesehatan yang lebih baik menghasilkan penurunan angka kelahiran tak terpengaruh karena jumlah penduduk naik.

Tahap 3: Tahap pembangunan lanjut, di mana terjadi penurunan angka kematian balita, urbanisasi, dan kemajuan pendidikan mendorong banyak pasangan muda berumah tangga menginginkan jumlah anak lebih sedikit hingga menurunkan angka kelahiran. Pada tahap ini laju pertambahan penduduk mungkin masih tinggi tetapi sudah mulai menurun;

Tahap 4: Kemantapan dan stabil, di mana pasangan-pasangan berumah tangga melaksanakan pembatasan kelahiran dan mereka cenderung bekerja di luar rumah. Banyaknya anak cenderung hanya 2 atau 3 saja hingga angka pertambahan neto penduduk sangat rendah atau bahkan mendekati nol

 

IV.             APLIKASI TEORI KEPENDUDUKAN DI INDONESIA DAN DUNIA

Produksi pangan dan persoalannya

Pertumbuhan penduduk yang pesat menuntut pemenuhan pangan yang sangat besar. US Census Bureau mencatat kebutuhan pangan biji-bijian (beras dan jagung) di Asia akan meningkat pesat dari 344 juta ton tahun 1997 menjadi 557 juta ton tahun 2020 dimana kontribusi China dan India sebesar 26 dan 12 persen. Persoalan krisis pangan dunia yang ditandai kelangkaan pangan dan melonjaknya harga pangan di pasar internasional tahun 2008, salah satunya disebabkan karena membumbungnya permintaan pangan oleh kekuatan ekonomi baru China dan India dengan penduduk masing-masing 1 milyar jiwa.
Dalam konteks Indonesia, produksi pangan yang mampu menjamin kebutuhan penduduk merupakan persoalan yang serius. Meskipun selama 2 tahun terakhir dilaporkan swasembada beras dapat dicapai kembali namun untuk jangka panjang masih menjadi pertanyaan besar. Salah satu solusi dalam peningkatan produksi pangan adalah peningkatan areal dan  produktifitas. Meskipun hal tersebut telah dilakukan dengan berbagai strategi namun data menunjukkan masih jauh dari cukup. Selama 5 tahun terakhir (2004-2008), areal panen padi hanya meningkat 0,47 juta ha dengan komposisi 11,92 juta ha tahun 2004 menjadi 12,39 juta ha tahun 2008. Dari segi produktifitas mengalami peningkatan 0,32 ton/ha dengan komposisi 4,54 ton/ha tahun 2004 dan 4,86 ton/ha tahun 2008.

Dengan prediksi jumlah penduduk  300 juta tahun 2015, kebutuhan beras akan membacapi 80-90 ton/th.  Menggunakan asumsi luas panen yang tidak akan banyak berubah dari angka 12 juta ha/th, maka solusinya pada tuntutan produktifitas hingga 10 ton/ha. Hal tersebut hampir dipastikan sebuah mission impossible. Sejarah produksi beras dunia mencatat bahwa negara yang memiliki  sejarah dan tradisi produksi beras paling panjang dan teknologi paling hebat seperti Jepang, Taiwan, Korea dan China hanya mampu memproduksi beras di lahan petani secara stabil dalam skala lapangan  paling tinggi 7 ton/ha.

Meskipun berbagai inovasi telah diciptakan, perangkap Malthus masih tetap menghantui kita. Kemampuan kita secara terus menerus menyediakan pangan yang melampaui pertumbuhan penduduk akan terus diuji sepanjang waktu. Program pengendalian penduduk diikuti program pendukung seperti layanan sosial,  pendidikan dan kesehatan menjadi prasyarat dan prioritas. Pemerintah pusat dan daerah harus saling bersinergi dan juga membangun partnership dengan kalangan swasta dan korporasi terkait dengan hal ini.

Penciptaan lahan baru perlu didorong terutama untuk daerah yang layak dan potensial. Program ini tidak bisa sepenuhnya diharapkan karena kendala sosial, teknis dan biaya. Solusi lainnya adalah mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering.  World Bank (2003) mendata lahan kering di Indonesia sebesar sekitar 24 juta ha. Lahan tersebut sangat potensial untuk program diversifikasi pangan dan diversifikasi produksi pertanian dengan tanaman kehutanan, peternakan dan perkebunan.

Diversifikasi pangan menjadi salah satu kata kunci. Bahan pangan non-padi yang bisa diproduksi dari lahan kering non-sawah sangat potensial untuk dikembangkan dan dikampanyekan terus menerus kepada publik. Penelitian, pengkajian dan penyebarluasan melalui penyuluhan akan teknologi produksi baru seperti benih yang memiliki produktivitas

 

Persoalan persaingan antara pertumbuhan penduduk dan produksi pangan telah menjadi perhatian para cendekiawan sejak dua abad lalu. Hal ini merupakan agenda yang sangat serius karena menentukan keberlangsungan hidup umat manusia. Thomas Robert Malthus tahun 1798 telah mempredikasi bahwa dunia akan menghadapi ancaman karena ketidakmampuan mengimbangi pertumbuhan penduduk dengan penyediaan pangan memadai. Teori Malthus ringkasnya menyatakan   peningkatan produksi pangan mengikuti deret hitung dan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur sehingga manusia pada masa depan akan mengalami ancaman kekurangan pangan.

Meskipun berbagai inovasi telah diciptakan, perangkap Malthus masih tetap menghantui kita. Kemampuan kita secara terus menerus menyediakan pangan yang melampaui pertumbuhan penduduk akan terus diuji sepanjang waktu. Program pengendalian penduduk diikuti program pendukung seperti layanan sosial,  pendidikan dan kesehatan menjadi prasyarat dan prioritas. Pemerintah pusat dan daerah harus saling bersinergi dan juga membangun partnership dengan kalangan swasta dan korporasi terkait dengan hal ini.

Penciptaan lahan baru perlu didorong terutama untuk daerah yang layak dan potensial. Program ini tidak bisa sepenuhnya diharapkan karena kendala sosial, teknis dan biaya. Solusi lainnya adalah mengoptimalkan pemanfaatan lahan kering.  World Bank (2003) mendata lahan kering di Indonesia sebesar sekitar 24 juta ha. Lahan tersebut sangat potensial untuk program diversifikasi pangan dan diversifikasi produksi pertanian dengan tanaman kehutanan, peternakan dan perkebunan.

Diversifikasi pangan menjadi salah satu kata kunci. Bahan pangan non-padi yang bisa diproduksi dari lahan kering non-sawah sangat potensial untuk dikembangkan dan dikampanyekan terus menerus kepada publik. Penelitian, pengkajian dan penyebarluasan melalui penyuluhan akan teknologi produksi baru seperti benih yang memiliki produktivitas tinggi, tahan terhadap kekurangan air dan goncangan cuaca ekstrim mutlak diupayakan. Program pengendalian alih fungsi lahan pertanian utamanya sawah sangat mendesak dilakukan. Beberapa laporan mengindikasikan bahwa selama 20 tahun terakhir, kita telah kehilangan 1 juta ha sawah subur di Jawa karena alih fungsi lahan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

PROGRAM KB DI INDONESIA

Pengertian KB

  • Upaya peningkatkan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia sejahtera (Undang-undang No. 10/1992).
  • Keluarga Berencana (Family Planning, Planned Parenthood) : suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
  • WHO (Expert Committe, 1970), tindakan yg membantu individu/ pasutri untuk: Mendapatkan objektif-obketif tertentu, menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.

Tujuan Program KB

  • Tujuan umum adalah membentuk keluarga kecil sesuai dengan kekutan sosial ekonomi suatu keluarga dengan cara pengaturan kelahiran anak, agar diperoleh suatu keluarga bahagia dan sejahtera yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
  • Tujuan lain meliputi pengaturan kelahiran, pendewasaan usia perkawinan, peningkatan ketahanan dan kesejahteraan keluarga.
  • Kesimpulan dari tujuan program KB adalah: Memperbaiki kesehatan dan kesejahteraan ibu, anak, keluarga dan bangsa; Mengurangi angka kelahiran untuk menaikkan taraf hidup rakyat dan bangsa; Memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan KR yang berkualitas, termasuk upaya-upaya menurunkan angka kematian ibu, bayi, dan anak serta penanggulangan masalah kesehatan reproduksi.

Tujuan KB berdasar RENSTRA 2005-2009 meliputi:

  1. Keluarga dengan anak ideal
  2. Keluarga sehat
  3. Keluarga berpendidikan
  4. Keluarga sejahtera
  5. Keluarga berketahanan
  6. Keluarga yang terpenuhi hak-hak reproduksinya
  7. Penduduk tumbuh seimbang (PTS)

Sasaran Program KB

Sasaran program KB tertuang dalam RPJMN 2004-2009 yang meliputi:

  1. Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk menjadi sekitar 1,14 persen per tahun.
  2. Menurunnya angka kelahiran total (TFR) menjadi sekitar 2,2 per perempuan.
  3. Menurunnya PUS yang tidak ingin punya anak lagi dan ingin menjarangkan kelahiran berikutnya, tetapi tidak memakai alat/cara kontrasepsi (unmet need) menjadi 6 persen.
  4. Meningkatnya pesertaKB laki-laki menjadi 4,5persen.
  5. Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang rasional, efektif, dan efisien.
  6. Meningkatnya rata-rata usia perkawinan pertama perempuan menjadi 21 tahun.
  7. Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak.
  8. Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera-1 yang aktif dalam usaha ekonomi produktif.
  9. Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan Program KB Nasional.

Ruang Lingkup KB

Ruang lingkup KB antara lain: Keluarga berencana; Kesehatan reproduksi remaja; Ketahanan dan pemberdayaan keluarga; Penguatan pelembagaan keluarga kecil berkualitas; Keserasian kebijakan kependudukan; Pengelolaan SDM aparatur; Penyelenggaran pimpinan kenegaraan dan kepemerintahan; Peningkatan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara.

Strategi Program KB

Strategi program KB terbagi dalam dua hal yaitu:

  1. Strategi dasar
  2. Strategi operasional

 

 

Strategi dasar

  • Meneguhkan kembali program di daerah
  • Menjamin kesinambungan program

Strategi operasional

  • Peningkatan kapasitas sistem pelayanan Program KB Nasional
  • Peningkatan kualitas dan prioritas program
  • Penggalangan dan pemantapan komitmen
  • Dukungan regulasi dan kebijakan
  • Pemantauan, evaluasi, dan akuntabilitas pelayanan

Dampak Program KB

Program keluarga berencana memberikan dampak, yaitu penurunan angka kematian ibu dan anak; Penanggulangan masalah kesehatan reproduksi; Peningkatan kesejahteraan keluarga; Peningkatan derajat kesehatan; Peningkatan mutu dan layanan KB-KR; Peningkatan sistem pengelolaan dan kapasitas SDM; Pelaksanaan tugas pimpinan dan fungsi manajemen dalam penyelenggaraan kenegaraan dan pemerintahan berjalan lancar.

Jenis-jenis Program KB

Pengertian Kontrasepsi

Kontrasepsi berasal dari kata ‘kontra’ yang berarti mencegah/menghalangi dan ‘konsepsi’ yang berarti pembuahan atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi kontrasepsi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma. Kontrasepsi dapat menggunakan berbagai macam cara, baik dengan menggunakan hormon, alat ataupun melalui prosedur operasi. Tingkat efektivitas dari kontrasepsi tergantung dari usia, frekuensi melakukan hubungan seksual dan yang terutama apakah menggunakan kontrasepsi tersebut secara benar. Banyak metode kontrasepsi yang memberikan tingkat efektivitas hingga 99 % jika digunakan secara tepat. Jenis kontrasepsi yang ada saat ini adalah : kondom (pria atau wanita), pil (baik yang kombinasi atau hanya progestogen saja), implan/susuk, suntik, patch/koyo kontrasepsi, diafragma dan cap, IUD dan IUS, serta vasektomi dan tubektomi.

Jenis-jenis kontrasepsi

Yang dibahas disini adalah jenis kontrasepsi yang banyak digunakan di Indonesia, yaitu :


 

1. Kondom

 

Kondom merupakan jenis kontrasepsi penghalang mekanik. Kondom mencegah kehamilan dan infeksi penyakit kelamin dengan cara menghentikan sperma untuk masuk ke dalam vagina. Kondom pria dapat terbuat dari bahan latex (karet), polyurethane (plastik), sedangkan kondom wanita terbuat dari polyurethane. Pasangan yang mempunyai alergi terhadap latex dapat menggunakan kondom yang terbuat dari polyurethane. Efektivitas kondom pria antara 85-98 % sedangkan efektivitas kondom wanita antara 79-95 %. Harap diperhatikan bahwa kondom pria dan wanita sebaiknya jangan digunakan secara bersamaan.

 

 

 

2. Suntik

 

Suntikan kontrasepsi diberikan setiap 3 bulan sekali. Suntikan kontrasepsi mengandung hormon progestogen yang menyerupai hormon progesterone yang diproduksi oleh wanita selama 2 minggu pada setiap awal siklus menstruasi. Hormon tersebut mencegah wanita untuk melepaskan sel telur sehingga memberikan efek kontrasepsi. Banyak klinik kesehatan yang menyarankan penggunaan kondom pada minggu pertama saat suntik kontrasepsi. Sekitar 3 dari 100 orang yang menggunakan kontrasepsi suntik dapat mengalami kehamilan pada tahun pertama pemakaiannya.

 

 

3. Implan

 

Implan atau susuk kontrasepsi merupakan alat kontrasepsi yang berbentuk batang dengan panjang sekitar 4 cm yang di dalamnya terdapat hormon progestogen, implan ini kemudian dimasukkan ke dalam kulit di bagian lengan atas. Hormon tersebut kemudian akan dilepaskan secara perlahan dan implan ini dapat efektif sebagai alat kontrasepsi selama 3 tahun. Sama seperti pada kontrasepsi suntik, maka disarankan penggunaan kondom untuk minggu pertama sejak pemasangan implan kontrasepsi tersebut.

 

 

4. IUD & IUS

 

IUD (intra uterine device) merupakan alat kecil berbentuk seperti huruf T yang lentur dan diletakkan di dalam rahim untuk mencegah kehamilan, efek kontrasepsi didapatkan dari lilitan tembaga yang ada di badan IUD. IUD merupakan salah satu kontrasepsi yang paling banyak digunakan di dunia. Efektivitas IUD sangat tinggi sekitar 99,2-99,9 %, tetapi IUD tidak memberikan perlindungan bagi penularan penyakit menular seksual (PMS). Saat ini sudah ada modifikasi lain dari IUD yang disebut dengan IUS (intra uterine system), bila pada IUD efek kontrasepsi berasal dari lilitan tembaga dan dapat efektif selama 12 tahun maka pada IUS efek kontrasepsi didapat melalui pelepasan hormon progestogen dan efektif selama 5 tahun. Baik IUD dan IUS mempunyai benang plastik yang menempel pada bagian bawah alat, benang tersebut dapat teraba oleh jari didalam vagina tetapi tidak terlihat dari luar vagina. Disarankan untuk memeriksa keberadaan benang tersebut setiap habis menstruasi supaya posisi IUD dapat diketahui.

 

 

5. Pil Kontrasepsi ( Pil KB )

 

Pil kontrasepsi dapat berupa pil kombinasi (berisi hormon estrogen & progestogen) ataupun hanya berisi progestogen saja. Pil kontrasepsi bekerja dengan cara mencegah terjadinya ovulasi dan mencegah terjadinya penebalan dinding rahim. Apabila pil kontrasepsi ini digunakan secara tepat maka angka kejadian kehamilannya hanya 3 dari 1000 wanita. Disarankan penggunaan kontrasepsi lain (kondom) pada minggu pertama pemakaian pil kontrasepsi.

ARAH KEBIJAKAN PROGRAM KB NASIONAL TAHUN 2010

 

  1. Memaksimalkan akses dan kualitas pelayanan KB terutama bagi keluarga miskin, berpendidikan rendah, PUS MUPAR, daerah pedesaan, tertinggal, terpencil, perbatasan dan daerah dengan unmet need tinggi
  2. Peningkatan kualitas penyediaan dan pemanfaatan alkon MKJP
  3. Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan KR bagi keluarga dan individu untuk meningkatkan status kesehatan perempuan dan anak dalam mewujudkan keluarga sehat dengan jumlah anak ideal serta pencegahan berbagai penyakit seksual dan alat reproduksi
  4. Peningkatan akses informasi dan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi remaja dalam rangka menyiapkan kehidupan berkeluarga dan pendewasaan usia perkawinan
  5. Peningkatan kemampuan keluarga dalam pengasuhan dan pembinaan tumbuh kembang anak, pembinaan kesehatan ibu, bayi dan anak serta pembinaan kualitas hidup keluarga secara terpadu
  6. Pemberdayaan ketahanan keluarga akseptor KB untuk mewujudkan kemandiriannya dalam memenuhi kebutuhan keluarganya
  7. Mengoptimalkan upaya-upaya advokasi,promosi dan KIE Program KB Nasional
  8. Pembinaan kuantitas dan kualitas SDM di lini lapangan dan kualitas manajemen pengelolaan program KB nasional
  9. Peningkatan kualitas pengelolaan data dan informasi Program KB Nasional 

DAFTAR PUSTAKA

Biro Pusat Statistik, Estimasi Fertilitas, Mortalitas dan Migrasi. Hasil Survei Penduduk

Antar Sensus (SUPAS) 1995, Seri: S3, Biro Pusat Statistik, Jakarta, 1997

 

B.L. Wolfe & J.R. Behrman, “The synthesis economic fertility model. A latent variable

investigation of some critical attributes”, Journal of Populations Economics, Volume 5, Number 1, 1992

 

G.S. Becker, “Fertility and pensions”, Journal of Populations Economics, Volume 5,

Number 3, 1992

 

Davis, Kingsley & Judith Blake, Struktur Sosial dan Fertilitas, Lembaga Kependudukan

Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1974

 

Freedman, Ronald, Teori-teori Penurunan Fertilitas: Suatu Tinjauan, Pusat Penelitian

dan Studi Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1983

 

Hatmadji, Sri Harijati “Fertilitas” dalam Dasar-Dasar Demografi, Lembaga Demografi

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta, 1981, pp. 57-83

 

Hull, Terence H. & Valerie J. Hull, Hubungan Antara Status Ekonomi dan Fertilitas,

Lembaga Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1976

 

Hull, Terence H. & Masri Singarimbun, The Sociocultural Determinants of Fertiity

Decline in Indonesia 1965-1976, Population Studies Center Gadjah Mada University, Yogyakarta, 1989  

 

Palmore, James A., Pengukuran Fertilitas dan Pertambahan Alamiah, Lembaga

Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1977

 

Palmore, James A., Si Gde Made Mamas & Yohandarwati Arifiyanto, “Fertility Decline

in Indonesia”, Journal of Populations, Volume 1 number 1, Demographic Intitute Faculty of Economics University of Indonesia, pp. 45-69  

 

Robinson, Warren C. & Sarah F. Harbison, Menuju Teori Fertilitas Terpadu, Pusat

Penelitian dan Studi Kependudukan Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1993

 

Shryock, Henry S & Jacob S. Siegel et. al., The Methods and Materials of Demography,

Academic Press, New York, 1973

 

United Nations, Manual X. Indirect Techniques for Demographic Estimation, Department of International Economic Economic and Social Affairs, United Nations, New York, 1983

 

Singarimbun, Masri, Kependudukan. Liku-liku Penurunan Kelahiran, LP3ES dan

Lembaga Kependudukan UGM, Yogyakarta, Juli 1978