Monday, November 29, 2010

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PADA ZAMAN ORDE BARU


SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PADA ZAMAN ORDE BARU

1. Perencanaan Pembangunan di Indonesia

Perencanaan pembangunan di Indonesia secara sungguh-sungguh dimulai sejak era Orde Baru, karena pada masa sebelumnya teknik perencanaan belum berkembang dengan baik. Perencanaan pembangunan yang ada dipimpin oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), yang menjadi think tank dari konsep perencanaan pembangunan nasional Indonesia. Bappenas di dalam prakteknya mempergunakan berbagai model untuk membuat rancangannya menjadi lebih sempurna daripada hanya menggunakan satu model tunggal.
Dalam perkembangannya, untuk memahami perencanaan pembangunan di Indonesia lebih fokus dapat dilakukan pada perencanaan jangka pendek, atau secara spesifik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
APBN mempunyai tiga fungsi pokok, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi (Kunarjo, 2000, 138). Fungsi alokasi dimaksudkan untuk penyediaan dana yang dibutuhkan oleh masyarakat akan sarana dan prasarana yang tidak mungkin disediakan oleh swasta atau saling melengkapi antara Pemerintah dan swasta. Fungsi distribusi adalah anggaran yang menyangkut kebijaksanaan pemerintah dalam masalah pemerataan pendapatan antar warga negara agar kesenjangan dalam penerimaan pendapatan dapat dikurangi. Fungsi stavilisasi adalah anggaran yang menyangkut masalah terpeliharanya tingkat kesempatan kerja yang tinggi, kestabilan harga dan pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai (Musgrave & Musgrave, 1989, 5-18).
Di Indonesia era Orde Baru sistem anggaran yang dipakai adalah sistem anggaran berimbang di mana diusahakan agar penerimaan dan pengeluaran seimbang. Pada prakteknya keseimbangan tersebut sebenarnya bersifat “simbolik”, karena pada dasarnya yang terjadi adalah anggaran defisit di mana defisit ini ditutup melalui pinjaman luar negeri. Kebijakan ini tidak dirubah dalam pemerintahan reformasi Presiden Wahid. Sementara itu, pola penyajian di masa sebelum ini adalah pola “T”, atau yang identik dengan neraca, sementara pola terbaru mempergunakan pola “I” atau menjadikan sisi penerimaan (yang sebelumnya ada di sisi kiri) dan sisi pengeluaran (yang biasanya di sisi kanan) berada dalam satu lajur yang sama.
Persamaannya, kedua anggaran tersebut isinya relatif sama. Di sisi penerimaan adalah penerimaan dalam negeri yang terdiri dari penerimaan pajak dan bukan pajak (termasuk pendapatan dari minyak dan gas bumi), serta pinjaman dari luar negeri (termasuk hibah). Di sisi pengeluaran dibagi secara klasikal menjadi dua kelompok: anggaran rutin dan anggaran pembangunan, ditambah pembayaran/cicilian utang.
Pada dasarnya prinsip penyusunan anggaran ini sudah baik dan memiliki pola baku yang standar. Namun, bukan berarti pola ini tertutup untuk penyempurnaan, karena di dalamnya terdapat satu bias dalam pemahaman pembangunan. Bahwa ada perbedaan antara “rutin” dan “pembangunan”, padahal keduanya dapat disamakan, bahkan dapat dikatakan berhimpitan. Misalnya “belanja barang” akan mendorong investasi di industri yang menyuplai kebutuhan belanja barang tersebut. Kedua, anggaran tersebut memadai untuk kondisi keuangan pemerintahan yang kuat, dukungan pemberi pinjaman luar negeri yang baik, dan pemerintahan yang terpusat.
Saat ini Indonesia berada dalam kondisi yang mempertanyakan seluruh asumsi dasar yang menjadi pondasi dari penyusunan anggaran tersebut. Kondisi obyektif ini mendorong kita untuk mencoba merumuskan kembali model perencanaan pembangunan dalam bentuk anggaran yang lebih memadai.

2. PERENCANAAN PEMBANGUNAN

Instrumen dokumen perencanaan pembangunan nasional yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sebagai acuan utama dalam memformat dan menata sebuah bangsa, mengalami dinamika sesuai dengan perkembangan dan perubahan zaman.

Dokumen perencanaan periode 1968-1998
Landasan bagi perencanaan pembangunan nasional periode 1968-1998 adalah ketetapan MPR dalam bentuk GBHN. GBHN menjadi landasan hukum perencanaan pembangunan bagi presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahunan (Repelita), proses penyusunannya sangat sentralistik dan bersifat Top-Down, adapun lembaga pembuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama out-put perencanaan kurang dilibatkan secara aktif. Perencanaan dibuat secara seragam, daerah harus mengacu kepada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan tersebut tidak bisa dilaksanakan di daerah. Akibatnya mematikan inovasi dan kreatifitas daerah dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakatnya. Distribusi anggaran negara ibarat piramida terbalik, sedangkan komposisi masyarakat sebagai penikmat anggaran adalah piramida seutuhnya. Sebenarnya pola perencanaan melalui pendekatan sentralistik/top-down diawal membangun sebuah bangsa adalah sesuatu hal yang sangat baik, namun pola sentralistik tersebut terlambat untuk direposisi walaupun semangat perubahan dan otonomi daerah telah ada jauh sebelum dinamika reformasi terjadi.
Pembangunan Nasional pada masa ORDE BARU berpedoman pada TRILOGI PEMBANGUNAN dan DELAPAN JALUR PEMERATAAN. Trilogy Pembangunan terdiri dari :
• Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
• Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
• Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.


3. PELAKSANAAN PEMBANGUNAN

Sejak Oktober 1966 pemerintah Orde Baru melakukan penataan kembali kehidupan bangsa di segala bidang, meletakkan dasar-dasar untuk kehidupan nasional yang konstitusional, demokratis dan berdasarkan hukum. Di bidang ekonomi, upaya perbaikan dimulai dengan program stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. Program ini dilaksanakan dengan skala prioritas:
(1) pengendalian inflasi,
(2) pencukupan kebutuhan pangan,
(3) rehabilitasi prasarana ekonomi,
(4) peningkatan ekspor, dan
(5) pencukupan kebutuhan sandang
Pada permulaan orde baru, program pemerintah berorientasi pada usaha penyelamatan ekonomi nasional terutama pada usaha mengendalikan tingkat inflasi, penyelamatan keuangan negara dan pengamanan kebutuhan pokok rakyat.
Pembangunan dilaksanakan dalam 2 tahap. Yakni :
• jangka panjang : jangka panjang mebcakup periode 25 sampai 30 tahun
• jangka pendek. : jangka pendek mancakup periode 5 tahun yang terkenal dengan sebutan “pelita” ( Pembangunan Lima Tahun )
Pelita yang dimaksud adalah :
• Pelita I (1 April 69 – 31 Maret 74) : Menekankan pada pembangunan bidang pertanian.
• Pelita II (1 April 74– 31 Maret 79) : Tersedianya pangan, sandang, perumahan, sarana dan prasarana, menyejahterakan rakyat, dan memperluas kesempatan kerja.
• Pelita III (1 April 79 – 31 Maret 84) : Menekankan pada Trilogi Pembangunan.
• Pelita IV (1 April 84 – 31 Maret 89) : Menitik beratkan sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin industri sendiri.
• Pelita V ( 1 April 89 – 31 Maret 94) : Menitikberatkan pada sektor pertanian dan industri.
• Pelita VI (1 April 94 31 Maret 1999) : Masih menitikberatkan pembangunan pada sektor bidang ekonomi yang berkaitan dengan industri dan pertanian serta pembangunan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pendukungnya.


4. HASIL PEMBANGUNAN NASIONAL


A. Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pendidikan

Pembangunan nasional tidak saja menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang pesat, tetapi juga menghasilkan kesejahteraan rakyat yang makin meningkat dan makin merata. Kebutuhan pokok rakyat telah tersedia secara meluas dengan harga yang mantap dan dalam jangkauan rakyat banyak.Dalam PJP I kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat Indonesia mengalami peningkatanyang sangat berarti. Pada awal PJP I, angka harapan hidup baru mencapai rata-rata 45,7 tahun dan telah meningkat menjadi 63,5 tahun pada tahun 1995/96. Dalam periode yang sama, angka kematian bayi telah menurun dari 145 menjadi 55 per seribu kelahiran hidup. Keberhasilan di bidang pangan yang antara lain tercermin dari tercapainya swasembada beras pada tahun 1984 dan diakui oleh FAO pada tahun 1985, telah meningkatkan kemampuan dalam penyediaan pangan bagi penduduk Indonesia dan memperkuat ketahanan pangan nasional.

C. Bidang Agama

Agama mempunyai peran yang sangat penting terhadap pembentukan moral manusia
Indonesia sebagai dasar membentuk manusia yang berkualitas. Oleh sebab itu, dukungan prasarana dan sarana peribadatan yang memadai memang diperlukan dalam upaya menjalankan kehidupan ibadah yang tenteram dan damai. Walaupun sekali waktu dapatg timbul ketegangan, namun secara umum dapat dikatakan bahwa selama ini telah berhasil diciptakan suasana kehidupan antaragama yang rukun sehingga para pemeluk agama dapat menjalankan ibadahnya dengan tenteram, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa.

D. Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan salah satu dasar utama untuk meningkatkan produktivitas. Berbagai upaya peningkatan teknologi terutama di bidang pertanian dan kesehatan telah membuahkan hasil selama PJP I dan dua tahun pertama Repelita VI telah membuahkan hasil. Keberhasilan lain yang dapat dicatat adalah meningkatnya kemampuan rekayasa dan rancang bangun dalam industri manufaktur, mulai dari industri dengan teknologi sederhana sampai industri canggih seperti pesawat terbang.

E. Bidang Hukum

Hukum merupakan dasar untuk menegakkan nilai-nilai kemanusian. Berbagai perbaikan dibidang hukum telah dilakukan dan diarahkan menurut petunjuk UUD 1945. Dalam kaitan ini, antara lain telah ditetapkan Undang-undang tentang KUHAP, Undang-undang tentang Hak Cipta, Paten, dan Merek, kompilasi hukum Islam, dan lain-lain. Agar hukum dapat dijalankan berdasarkan peraturan- peraturan yang berlaku, telah pula dilakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat luas maupun kepada aparat pemerintah. Perbaikan aparatur hukum terus menerus dilakukan meskipun belum mencapai hasil yang optimal, dan belum sepenuhnya dapat memenuhi tuntutan keadilan masyarakat.

F. Bidang Politik, Aparatur Negara, Penerangan, Komunikasi dan Media Massa

Pembangunan politik selama PJP I dan dua tahun Repelita VI telah dapat mewujudkan tingkat stabilitas nasional yang mantap dan dinamis sehingga memungkinkan pelaksanaan pembangunan nasional yang menghasilkan kesejahteraan rakyat yang makin baik. Pembangunan politik juga telah mendorong terciptanya iklim keterbukaan yang bertanggung jawab serta makin mantapnya pelaksanaan demokrasi Pancasila. Hal ini terutama dengan telah adanya pedoman penghayatan dan pengamalan Pancasila serta telah diterimanya Pancasila sebagai satu-satunya azas berbangsa dan bernegara oleh seluruh organisasi sosial politik dan organisasi kemasyarakatan. Selain itu, perlu dicatat pula perampingan organisasi peserta pemilu dari 10 peserta pada pemilu tahun 1971 menjadi 3 peserta. Dalam hubungannya dengan politik luar negeri, Indonesia telah memainkan peranan yang cukup penting dalam upaya menciptakan perdamaian dunia. Antara lain patut dicatat peranan Indonesia di PBB, ASEAN, Gerakan Non Blok, dan APEC. Dalam upaya menciptakan efisiensi dan efektivitas pembangunan, kualitas dan kuantitas aparatur negara terus ditingkatkan. Dalam kaitan ini juga dilakukan penataan organisasi Departemen dan lembaga Non Departemen. Peningkatan kemampuan kegiatan penerangan, komunikasi, dan media massa (TV, radio, majalah, dan surat kabar) telah meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan bangsa.

G. Bidang Pertahanan Keamanan

Stabilitas keamanan di dalam negeri merupakan tulang punggung upaya pembangunan nasional. Dalam hal ini manunggalnya ABRI dengan rakyat dan mantapnya dwi fungsi ABRI merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan selama PJP I sampai pertengahan pelaksanaan Repelita VI sekarang ini. Pembangunan pertahanan keamanan terus dilakukan sesuai dengan Sishankamrata, dan dengan terus memperkuat kemampuan ABRI dalam melaksanakan kedua fungsinya. II. Visi Pembangunan PJP II dan Repelita VII Berdasarkan GBHN 1993, kata kunci dalam PJP II adalah kemajuan, kemandirian, dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk mencapai kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan seperti yang diinginkan, berbagai kegiatan pembangunan harus tumbuh dan berkembang cepat dengan makin mengandalkan kemampuan sendiri. Titik berat pembangunan dalam PJP II terletak pada bidang ekonomi yang merupakan penggerak pembangunan, seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dalam PJP II, pertumbuhan ekonomi diproyeksikan cukup tinggi, yaitu rata-rata di atas 7 persen per tahun sedangkan laju pertumbuhan penduduk akan menjadi di bawah 0,9 persen per
tahun menjelang akhir PJP II. Jika kedua sasaran tersebut dapat dicapai maka pendapatan per kapita Indonesia diharapkan akan meningkat menjadi sekitar US$ 3.800 (berdasarkan US$ 1993). Pada saat itu ekonomi Indonesia telah menjadi salah satu ekonomi yang besar di dunia, dengan ukuran Purchasing Power Parity (PPP) sekitar US$ 2,0 triliun.

No comments:

Post a Comment